Menteri BUMN Erick Thohir Blak-blakan Beberkan Ada 3 BUMN yang Akan Bangun Pabrik EV Battery Raksasa

Oleh : Hariyanto
INDUSTRY.co.id – Jakarta – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan adanya kolaborasi perusahaan pelat merah dalam membentuk perusahaan raksasa baterai (EV battery) mobil listrik di Indonesia.

Tiga BUMN tersebut adalah PT PLN (Persero), PT Inalum (Persero) dan PT Pertamina (Persero) yang rencananya akan menggandeng perusahaan dari luar negeri untuk membangun pabrik tersebut.

Ketiga BUMN ini akan menggandeng melalui LG Energy Solution dan Contemporary Amperex Technology atau CATL. Proyek ini juga akan melibatkan anak usaha MIND ID atau Inalum yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

“Ada yang namanya EV battery. Bagaimana policy pemerintah supaya bisa jadi produsen selain jadi market, bisa dijaga salah satunya nikel. Tak mau dikirim ke luar negeri raw material. Kami diberi kepercayaan, dimana PLN, Inalum, Pertamina akan membuat perusahaan baterai nasional partner dengan CATL dan LG,” kata Erick dalam paparanya di Acara Economic Outlook CNBC Indonesia, Kamis (25/2/2021).

Selain itu, tambah Erick, beberapa komoditas juga menjadi kekuatan Indonesia dan harganya saat ini terus naik. Harga komoditas yang naik tersebut seperti batu bara, kelapa sawit, karet, dan cacao.

“Jangan lagi komoditas ini hanya dilepas seperti biasa. Value added harus dinaikkan, ekspor digalakkan. Balance ekspor dan hilirisasi, agar saat komoditas tak berpihak ke kita, bisa merasakan value added,” ujar Erick.

Sebelumnya Kementerian BUMN memang tengah membentuk Indonesia Battery Holding (IBH) untuk mengelola industri baterai terintegrasi dari hulu sampai ke hilir.

Perusahaan holding yang terdiri dari empat BUMN antara lain…

Selengkapnya baca di : https://www.industry.co.id/read/…
Sumber : industry.co.id

Kemenperin Perkuat Struktur Infrastruktur Mutu Industri Nasional

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus meningkatkan komitmennya dalam upaya mendukung peningkatan daya saing industri guna memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas. Salah satu faktor utama penentu daya saing tersebut adalah kualitas infrastruktur mutu.

“Pembangunan infrastruktur mutu melalui penerapan standar di tingkat nasional diharapkan mampu menciptakan pasar yang kondusif bagi produk-produk dalam negeri, sekaligus melindungi pasar domestik dari produk bermutu rendah,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ketika membuka Bimbingan Teknis SNI ISO 9001:2015 yang diselenggarakan secara virtual, Selasa (23/2).

Salah satu standar mutu paling mendasar yang diharapkan dapat diterapkan oleh industri nasional adalah SNI ISO 9001:2015, atau lebih dikenal sebagai Sistem Manajemen Mutu (SMM). SNI tersebut secara global telah diakui sebagai pondasi dasar infrastruktur mutu sebuah organisasi, termasuk perusahaan industri.

“Penerapan SNI ISO 9001:2015 di sektor industri diharapkan dapat menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi proses, biaya, kepuasan konsumen, serta jaminan kepercayaan terhadap kualitas produk yang dihasilkan,” papar Agus.

Ia menyampaikan, penerapan SNI Sistem Manajemen Mutu dapat mendukung perusahaan industri dalam membangun budaya kerja yang kondusif dan optimal dalam mewujudkan tujuan bisnisnya. “Mohon SNI Sistem Manajemen Mutu tidak dipandang sebagai pekerjaan tambahan yang memberatkan. SNI ini membantu perusahaan untuk dapat menjaga konsistensi secara berkelanjutan dalam proses pemantauan dan pengukuran kinerja,” kata Menperin.

Pelaksanaan bimtek tersebut sekaligus menandai transformasi Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) menjadi Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI).

“Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 107 tahun 2020. BSKJI diharapkan dapat menjadi lokomotif dan koordinator kebijakan jasa industri, khususnya dalam membina dan menggerakkan industri. BSKJI juga diharapkan dapat berperan penting dalam meningkatkan kontribusi dan partisipasi sektor jasa industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) nasional” tutup Agus.

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Doddy Rahadi menyatakan, Bimtek SNI ISO 9001:2015 diikuti oleh sekitar 1.100 peserta dari seluruh Indonesia, dengan latar belakang berbagai sektor industri dan diadakan serentak di seluruh unit BSKJI Kemenperin, dari Banda Aceh sampai Ambon.

“Seluruh unit BSKJI siap mendukung pemberdayaan industri melalui capacity building bagi industri nasional dalam rangka meningkatkan daya saing dan meningkatkan produktivitas industri nasional,” ujarnya.

Doddy menambahkan, dalam rangka mendukung pembangunan industri di Indonesia, hingga saat ini BSKJI Kemenperin telah memiliki fasilitas 23 laboratorium pengujian yang terakreditasi, 20 laboratorium kalibrasi, 20 lembaga sertifikasi produk, lima lembaga sertifikasi sistem manajemen mutu, dan 16 lembaga sertifikasi industri hijau. “Fasilitas-fasilitas tersebut telah aktif mendukung penerapan 120 SNI Wajib Bidang Industri yang ditetapkan sampai Desember tahun 2020,” terangnya.

Doddy juga menyampaikan bahwa BSKJI akan terus aktif dalam perumusan, penerapan, pemberlakuan, dan pengawasan standardisasi industri yang mendorong penguatan struktur industri dalam negeri, reutilize industri, dan tentunya menjadi piranti penting dalam agenda substitusi impor komoditas industri.

Sumber : https://www.kemenperin.go.id/artikel/…

UKM diminta pentingkan keamanan siber selama pandemi

Oleh : Natisha Andarningtyas

Jakarta (ANTARA) – Usaha kecil menengah diminta untuk memahami pentingnya memproteksi usaha mereka dari serangan siber demi keberlangsungan bisnis.

“Pandemi ini membuat semua jadi online. Pelaku bisnis kadang tidak menanggapi serius keamanan siber”,kata Territory Channel Manager Kaspersky Indonesia, Dony Koesmandarin, dalam jumpa pers virtual, Rabu.

Ketika Indonesia dilanda pandemi, mau tidak mau UKM harus masuk ke platform agar bisnis mereka tetap bertahan. Sayangnya masih banyak pelaku UKM yang berpendapat bahwa serangan siber hanya menyasar perusahaan besar.

Data Kaspersky Security Network menunjukkan ada 34.516.232 usaha serangan siber, dengan 4.341.000 menyasar bisnis pada 2020.

Sementara pada 2019, terdapat 2.870.000 serangan yang menyasar bisnis, atau naik sekitar 51 persen.

Hal ini terjadi karena banyak orang yang mengandalkan aktivitas di dunia maya selama pandemi, termasuk untuk bekerja. Peretas melihat ini sebagai lahan untuk mengeksploitasi kerentanan.

Keamanan siber sangat berpengaruh terhadap operasional sebuah bisnis, bahkan bisa berpengaruh terhadap nilai transaksi. Jika infrastruktur keamanan tidak kuat, UKM bisa mendapatkan kerugian misalnya transaksi batal karena situs terganggu.

Keamanan siber yang kuat bahkan tidak hanya berpengaruh terhadap transaksi, namun, juga reputasi bisnis UKM. Ketika pengalaman belanja online tidak menyenangkan, terutama berkaitan dengan keamanan, pelanggan tentu merasa khawatir dan enggan berbelanja di sana.

Selain keamanan siber kuat, penting juga bagi pelaku UKM untuk memahami kebiasaan di internet, terutama soal tidak boleh sembarangan mengklik tautan.

Sumber : antaranews.com/berita/2004625/

Pentingnya Manajemen Risiko di Sektor Bisnis Ritel pada Masa Pandemi

Oleh Khaerul Bahri

Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang signifikan termasuk sektor bisnis ritel, terutama yang menjual barang-barang di luar kebutuhan pokok. Meskipun pembatasan sosial sudah mulai direnggangkan, pemulihan bisnis masih belum juga terasa. Banyak perusahaan ritel terpaksa harus menutup gerai, baik permanen maupun sementara, hingga harus melakukan pemotongan gaji karyawan, dan juga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan.

Selain daya beli masyarakat yang menurun, kebijakan pemerintah di beberapa wilayah Indonesia yang membatasi kegiatan operasional pusat perbelanjaan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga berdampak pada bisnis ritel.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebutkan konsumsi masyarakat sebelumnya mulai membaik pada Juni hingga Agustus, yakni terdapat perbaikan Indeks Penjualan Riil (IPR) dari minus 17,1% menjadi minus 10% pada bulan Agustus. Namun pada bulan November justru kembali minus 12,3%. Tantangan lain yang perlu dihadapi pelaku bisnis ritel pada masa pandemi adalah terkait dengan komponen biaya pengeluaran tetap (fixed cost) yang mesti harus dibayarkan pengusaha seperti sewa tempat.

Cara agar industri retail tetap bertahan di tengah pandemi
Pandemi Covid-19 yang juga belum mereda tentu mempengaruhi kebiasaan dan kebutuhan konsumen. Berikut beberapa hal yang harus dipahami oleh pelaku bisnis ritel di tengah pandemi.

1. Menerapkan protokol kesehatan
Menjalankan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah penting untuk bisnis ritel guna mencegah penularan Covid-19. Protokol kesehatan yang harus diterapkan antara lain dengan membatasi jumlah pengunjung toko, mencuci tangan sebelum masuk toko, menggunakan masker, melakukan pengecekan suhu tubuh untuk pelanggan, dan memberlakukan cashless payment untuk mencegah penularan dan penyebaran virus.

2. Mengikuti permintaan konsumen
Pelaku usaha juga harus menyesuikan produk apa yang dibutuhkan oleh konsumen. Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen yang berubah adalah kondisi ekonomi, iklan, dan kompetisi. Dalam kondisi pandemi seperti sekarang, kebutuhan pokok tentu menjadi barang yang menjadi kebutuhan utama. Selain itu masker, hand sanitizer, dan vitamin kesehatan juga menjadi prioritas utama untuk dibeli.

3. Mempertahankan loyalitas pelanggan
Pelaku bisnis dapat melakukan promosi dan penawaran khusus untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang baik. Dengan begitu, maka loyalitas pelanggan akan tercipta. Mempertahankan loyalitas pelanggan juga dapat dilakukan dengan mengenal mereka secara personal, seperti mengirimkan SMS atau email dengan konten yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan…

Selengkapnya dapat dibaca disini
Source & image : Levatra.com

Begini Standar Baru Untuk Keselamatan Kerja Selama Covid-19

oleh : Desyinta Nuraini – Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – International Organisation for Standardisation (ISO) menerbitkan ISO/PAS 45005:2020 Occupational Health and Safety Management-General guidelines for safe working during the Covid-19 Pandemic atau pedoman umum untuk keselamatan kerja selama pandemi Covid-19.

Di bawah standar baru, organisasi atau perusahaan diminta mempertimbangkan faktor eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja.

Faktor eksternal mencakup prevalensi Covid-19 di lingkungan kantor, keadaan lokal, regional, nasional, dan internasional, serta aturan yang diberlakukan pemerintah setempat. Korporasi juga harus mempertimbangkan layanan klinis, tes dan perawatan Covid-19, hingga akses vaksin.

ISO/PAS 45005:2020 mengimbau adanya kesediaan APD, masker, pembersih tangan, termometer, bahan pembersih, dan desinfeksi. Perjalanan karyawan ke tempat kerja harus dipertimbangkan.

Bahkan kondisi di rumah pekerja seperti pengasuhan dan sekolah untuk anak-anak mereka, kesesuaian rumah untuk pekerjaan jarak jauh, hingga situasi rumah tangga pekerja menjadi hal yang wajib dipertimbangkan perusahaan.

Adapun masalah internal mencakup prevalensi Covid-19 di organisasi atau perusahaan, jumlah dan jenis tempat kerja, nilai budaya dalam organisasi yang dapat mempengaruhi tindakan pengendalian risiko.

Kemudian kemampuan organisasi untuk mendapatkan pengetahuan terkini tentang Covid-19, penerapan jarak fisik dalam bekerja, kebutuhan khusus pekerja misalnya pekerja yang dianggap berisiko lebih tinggi tertular atau menderita penyakit parah akibat Covid-19.

Selanjutnya pekerja dengan tanggung jawab perawatan, pekerja penyandang cacat, wanita hamil, ibu baru dan lansia, ketersediaan sumber daya termasuk penyediaan toilet dan fasilitas cuci tangan yang memadai. Hingga bagaimana pekerjaan diatur.

“Misalnya tuntutan kerja yang berubah, kecepatan kerja, tekanan waktu, kerja shift dan didukung bagaimana hal ini berdampak pada kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang terkait dengan pekerjaan,” tulis ISO, dikutip Bisnis, Rabu (3/2/2021).

Dalam pedoman baru, pemimpin perusahaan untuk membantu manajemen yang efektif dari risiko yang timbul akibat Covid-19 di lingkungan perusahaan diminta berkomitmen terhadap transparansi ketika melaporkan dan mengelola kasus yang dicurigai dan dikonfirmasi Covid-19 tetapi memastikan bahwa informasi kesehatan pribadi dijaga kerahasiaannya.

Pemimpin perusahaan juga perlu memastikan sumber daya yang memadai disediakan dan membuatnya tersedia secara tepat waktu dan efektif. Kemudian…

Baca Selengkapnya disini : lifestyle.bisnis.com/read/20210203…